Pengertian Ibadah Di masyrakat

TUGAS MATA KULIAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Dosen : Fauzan A. Sandiah

PENGERTIAN IBADAH DI MASYARAKAT


Oleh :
MUHAMAD FAJAR HALSIN
(112-160-007)

PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETARAN “
YOGYAKARTA
2016

KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum warahma tullahi wabarakatu
Puji dan syukur tak lupa kita panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang tekah mengarunia rahmat taufik dan hidayah nya kepada saya sehingga saya dapat meyelesaikan makalah saya ini dengan tepat waktu.
Salawat serta salam tak lupa kami tuturkan kepada baginda Nabi besar Muahammad Saw sehingga atas perjuangan nya lah kita umat islam dapat keluar dari masa jahilia dan memasuki masa yang terang benderang pada saat ini.
Alhamdulilah atas rimpahan rahmat dan hidayah Nya saya dapat menuliskan Makalah saya yang mengangkat tema tentang Pengertian Ibadah di Masyarakat. Saya mengangkat tema ini untuk sekedar memberikan info – info dan referensi kepada para pembaca sehingga menambah wawasan dalam berfikir terlebih lagi dalam ilmu Islam
Dengan makalah ini saya berharap dapat menambawah wawasan anda sekalian sebagai pembaca dan juga apa yang saya tulis ini semoga bermanfaat bagi umat islam dan yang terutama untuk saya sendiri ada pun ada kata kata yang kurang berkenan mohon di maaf kan ahirul kalam.
Assalamu alaikum warahma tullahi wabarakatu


DAFTAR ISI
Kata Pengantar                       …………………………………………………………
Daftar Isi                                 …………………………………………………………
BAB I                         PENDAHULUAN

1.1       latar Belakang             …………………………………………………………
1.2       Tujuan                         …………………………………………………………
1.3       Ruang Lingkup Materi………………………………………………………...

BAB II            LANDASA TEORI
BAB III          PEMBAHASAN
3.1       Pengertian Ibadah       …………………………………………………………
3.2       Pengertian Sholat        …………………………………………………………
3.3       Pengertian Tahara       …………………………………………………………
3.4       Bulan Ramadan          …………………………………………………………
BAB IV          PENUTUP
4.1       Kesimpulan                 …………………………………………………………
4.2       Usul dan Saran            …………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Latar belakang yang membuat saya mengankat judul makah Pengetian Ibadah di Masyarakat
untuk sekedar memberi pengetahuan dasar dari apa yang saya ketahui dan juga sekedar untuk saling membagi ilmu dalam bidang ke agama an. Dan saya berharap dari tulisan saya ini dapat memberikan manfaat magi banyak orang. Dan juga salah satu yang membuat saya ingin melatar belakangi saya iyalah berdakwah untuk meyampaikan hal – hal yang berhubungan dengan ibadah. Seperti salah satu ayat dalam kita suci Al – Quran yakni :
 Surat al-baqarah ayat 139                                 
قُلْ أَتُحَاجُّونَنَا فِي اللَّهِ وَهُوَ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ وَلَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُخْلِصُونَ (١٣٩)
Katakanlah: “Apakah kamu memperdebatkan dengan Kami tentang Allah, Padahal Dia adalah Tuhan Kami dan Tuhan kamu; bagi Kami amalan Kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya Kami mengikhlaskan hati,

Surat Al-A’raf ayat 29
قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ (٢٩)
Katakanlah: “Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan”. dan (katakanlah): “Luruskanlah muka (diri)mu[A] di Setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)”.

Itu lah yang melatar belakangin saya dalam pembuatan makalh saya, semoga bermanfaat dan bergunah.
1.2.  Tujuan
Tujuan saya yakni meyampaikan beberapah hal mengenai ibadah agar praktek – praktek yaibadah di masyarakat memilki pedoman yang benr sesuai dengan syariat islam dan di praktekan oleh Nabi besar Muahammad Saw. Seperti dalam Firman Allah yang berbunyi :
Allah Ta’ala berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 21 dan 22,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (٢١) الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa (21). Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.(22)
1.3.Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup dalam makalah ini tidak akan membahas dengan tuntas mengenaih ibadah namun, dalam makalah ini saya akan membahasa dalam beberapa materi saja yaknih :
a.       Pengertian Ibadah secara umum
b.      Pengertian Sholat
c.       Pengertian Taharah
d.      Awal Ramadhan
Saya akan membahas 4 poin tersebut secara singkat dan jelas agar mudah di pahami oleh pembaca sekalian.


BAB II
LANDASAN TEORI
Yang melandasih saya iyah kaidah dalam beribadah yang telah di jelaskan dalam kita suci Al  Quran dan Al Sunah. Dan kaidah dalam beribadah yakni :
KAIDAH DALAM BERIBADAH
َالأَصْلُ فِى اْلعِبَادَةِ اَلتَّحْرِيْمُ وَالْبَطْلُ إِلاَّ مَا جَاءَ بِهِ الدَّ لِيْلِ عَلىَ اَوَامِرِهِ
"Hukum asal dalam beribadah adalah haram dan batal kecuali yang ada dalil yang memerintahkan"
Ada beberapa dalil , diantaranya adalah ayat Al Qur'an surah al Hujurat :1
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya[1407] dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Hujurat :1)
[1407] maksudnya orang-orang mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah dan RasulNya. Tidak boleh membuat cara ibadah sebelum ada perintah dari Allah dan tuntunan dari Rasulullah.
فاَ الأَصْلُ في الْعِبَادَتِ اْلبُطْلاَنُ حَتَّى يَقُوْمَ دَلِيْلٌ عَلىَ اْلأَمْرِ
"Hukum asal dari ibadah adalah batal, hingga tegak dalil (argument) yang memerintahkannya" ( Imam As Suyuthi, dalam al Asyba' wan Nadhoir: 44 dan Ibnu Qoyyim al Jauziyah dalam I'lamul Muwaqi'ien Juz 1 hal. 344, Dar al Fikr, Beirut))
Ibadah pada dasarnya adalah haram dan batal. Hukum asalnya adalah haram, dan sesuatu yang batal, tidak syah, tidak berguna dan sia-sia.
Hukum haram dapat berubah menjadi wajib, atau sunnah apabila ada perintah dari Allah dan Rasul-Nya.. Apabila tidak ada perintah dari Allah dan Rasul-Nya atau apabila tidak ada dalil yang menyuruh (perintah) melakukannya, ia kembali kepada hukum asal HARAM.
اَلأَ صْلُ فِى اْلعِبَا دَةِ التَّوْقِيِفُ وَاْلإِ تِّبَاعُ
"Hukum asal ibadah adalah tauqif dan ittiba' ( bersumber pada ketetapan Allah dan mengikuti Rasul) ( Abdul Hamid Hakim dalam al Bayan : 188)
Dalinya berdasarkan hadits :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُ نَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang membuat suatu amalan dalam agama kita ini yang tidak ada tuntunannya (contohnya), maka amalan tersebut tertolak”. (HR. Bukhori no. 2679. HR. Muslim no. 1718). (Hadits Shahih)
Hukum-hukum dalam beribadah sudah baku, hak mutlak / otoritas Allah (karena Dia- lah yang menciptakan cara beribadah sehingga tidak ada peluang bagi manusia untuk membuat cara baru walaupun dipandang baik). Hukum dalam ibadah berupa “mandat” dari Allah dengan cara mengikuti Rasulullah, manusia hanya menjalankan sesuai isi mandat dan juklak ( petunjuk pelaksanaan : Al Qur'an dan Hadits Shahih). Apabila dilaksanakan atau tidak dilaksanakan, apabila sesuai atau tidak sesuai, ada ganjaran, yaitu pahala dan dosa.
اَلأَ صْلُ فِى اْلعِبَا دَةِ مَأْ مُوْرٌ
" Hukum asal ibadah adalah ( apabila ada) perintah"
Dalilnya adalah :
"Katakanlah: "Sesungguhnya Aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. (QS. Az Zumar : 11)
Tanpa adanya perintah Allah atau dari Rasul-Nya, maka siapa yang memerintahkannya ? Kalau bukan atas perintah Allah dan Rasul-Nya maka bisa terjatuh dalam kesyirikan, berarti ada "tuhan" lain yang memerintahkan cara beribadah sesuai kemauan si "tuhan" tersebut. Padahal yang membuat cara beribadah dan cara menyembah kepada Allah hanyalah Allah semata


BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Pengertian Ibadah
Ibadah secara bahasa adalah tunduk atau merendahkan diri. Sedangkan secara istilah atau syara’, ibadah merupakan suatu ketaatan yang dilakukan dan dilaksanakan sesuai perintah-Nya, merendahkan diri kepada Allah SWT dengan kecintaan yang sangat tinggi dan mencakup atas segala apa yang Allah ridhai baik yang berupa ucapan atau perkataan maupun perbuatan yang dhahir ataupun bathin. Adapun ibadah terbagi tiga yaitu ibadah hati, ibadah lisan dan ibadah anggota badan atau perbuatan.
a.      Ibadah hati (qalbiah) antara lain: memiliki rasa takut, rasa cinta (mahabbah), mengharap (raja’), senang (raghbah), ikhlas, tawakkal.
b.      Ibadah lisan & hati (lisaniyah wa qalbiyah) antara lain: dzikir, tasbih, tahlil, tahmid, takbir, syukur, berdoa, membaca ayat Al-qur’an.
c.       Ibadah perbuatan fisik dan hati (badaniyah wa qalbiyah) antara lain: sholat, zakat, haji, berjihad, berpuasa.

Masih banyak contoh-contoh lain dari jenis-jenis ibadah. Dalam mengetahui apakah ibadah yang dilakukan diridhai atau dicintai Allah dapat kita ketahui melalui perintahnya yang telah tertuang dalam kitab suci Al-Qur’an dan Hadits Nabi, segala tindakan yang dilakukan karena ibadah mengandung kebaikan bagi orang lain. Syarat ibadah dengan benar yakni ikhlas dan ittiba’ sesuai dengan ajaran dan tuntunan Rasulullah SAW.

3.2. Pengertian Sholat
Secara etimologi shalat berarti do’a dan secara terminology (istilah), para ahli Fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki.

Secara lahiriah Shalat berarti ‘Beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat-syarat yang telah ditentukan’(Sidi Gazalba,88).

Secara hakiki Shalat ialah ‘Berhadapan hati, jiwa dan raga kepada Allah,secara yang mendatangkan rasa takut kepada-Nya atau mendhairkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan perbuatan’ (Hasbi Asy-syidiqi,59)

Dalam pengertian lain Shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk ibadah yang didalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’ (Imam Basyahri Assayuthi,30).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Shalat adalah Suatu ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan dengan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’ berupa penyerahan diri secara lahir batin kepada Allah dalam rangkah ibadah dan memohon ridho-Nya.

3.3. Pengertian Taharah
Thaharah menurut  bahasa berarti bersuci. Menurut syara’ atau istilah adalah membersihkan diri, pakaian, tempat, dan benda-benda lain dari najis dan hadas menurut cara-cara yang ditentukan oleh syariat islam.
            Thaharah atau bersuci adalah syarat wajib yang harus dilakukan dalam beberapa macam ibadah. Seperti dalam QS Al-maidah ayat : 6

[5:6] Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.

Thaharah atau bersuci menurut pembagiannya dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :

a.          Bersuci lahiriah

Beberapa contoh yang bersifat lahiriah adalah membersihkan diri, tempat tinggal dan lingkungan dari segala bentuk kotoran, hadas dan najis. Membersihkan diri dari najis adalah membersihkan badan, pakaian atau tempat yang didiami dari kotoran sampai hilang rasa, bau dan warnanya. QS Al-Muddassir ayat : 4

[74:4] dan pakaianmu bersihkanlah,


b.         Bersuci batiniah

Bersuci batiniah adalah membersihkan jiwa dari kotoran batin berupa dosa dan perbuatan maksiat seperti iri, dengki, takabur dll. Cara membersihkannya dengan taubatan nashoha yaitu memohon ampun dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

3.4. Bulan Ramadhan
Bulan Ramadhan merupakan bulan yang suci dan bulang yang sangat indah bagi umat muslim di seluruh dunia. Dalam bulan ramdhan kita mendapatka keistimewaan yang lebih banyak di bandikan dengan bulan – bulan yang lain.

Namun dalam makalah saya ini saya tidak akan membahasa lebih jauh, namun saya akan membahas tentang dua bagian saja yakni :
a.       Hisab dan Awal Ramadhan
b.      Shalat Tarawih
Jadi ke dua poin itu saja yang akan saya bahas dan untuk pembahsan nya yakni ialah :
a.       Hisab dan Awal Ramadhan
Kaum muslimin diperintahkan Allah untuk mengikuti dan mencontoh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam seluruh syari’atnya. Demikian pula yang berkaitan dengan penentuan ibadah besar seperti puasa Ramadhan, Idul Fithri dan Haji. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara tegas mengajarkan cara penentuannya dengan rukyat hilal (melihat hilal) dengan mata dan bila terhalang mendung atau yang sejenisnya maka dengan cara menyempurnakan bulan sya’ban 30 hari untuk Ramadhan atau Ramadhan 30 hari untuk Syawal .
Demikianlah contoh dan ajaran Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam permasalahan ini, sehingga hukum berpuasa Ramadhan dan berbuka dari bulan Ramadhan bergantung kepada rukyah hilal. Tidak berpuasa kecuali dengan melihatnya dan tidak berbuka dari Ramadhan kecuali dengan melihatnya langsung dan seandainya melihat dengan alat teropong dan alat-alat yang dapat memperjelas penglihatan maka itu dianggap sebagai penglihatan dengan mata.
Rukyah (melihat hilal) lah yang menjadi dasar syar’i dalam hukum puasa dan Idul Fithri. Adapun hisab tidak dapat dijadikan sandaran dalam penentuan puasa menurut syari’at.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Tidak diragukan lagi hal ini telah ditetapkan dengan dasar sunnah yang shahih dan atsar para sahabat, sungguh tidak boleh bersandar kepada hisab. Orang yang bersandara kepada hisab telah menyimpang dari syari’at dan berbuat kebid’ahan dalam agama. Dia telah salah secara akal dan ilmu hisab sendiri, karena ulama hisab telah mengetahui bahwa rukyat tidak dapat ditentukan dengan perkara hisab, karena hilal tersebut berbeda-beda sesuai dengan perbedaan ketinggian dan kerendahan suatu tempat dan lainnya.
Imam Ibnu Daqiqil Ied berkata: Menurut pendapat saya, hisab tidak boleh dijadikan sandaraan dalam puasa.
Ketika mengomentari hadits “إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ ”: Imam Ibnu Hajar al-Asqalani berkata : ‘Pada mereka (bangsa Arab) ada orang yang dapat menulis dan mengetahui hisab, (dinamakan umiyun) karena yang menulis sangat sedikit sekali. Yang dimaksud hisab dalam hadits ini adalah hisab nujum dan perjalanannya (falak) dan mereka hanya sedikit yang mengerti hal ini, sehingga hukum berpuasa dan lainnya tergantung kepada rukyah agar tidak menyulitkan mereka karena sulitnya hisab. Lalu hukum ini berlaku terus pada puasa walaupun setelahnya banyak orang yang telah mengetahui hisab. Bahkan dzahir hadits dipahami tidak adanya hukum puasa dengan hisab. Hal ini dijelaskan dalam hadits-hadits lainnya yang berbunyi: فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا الْعِدَّة ثَلاَثِيْنَ dan tidak menyatakan: “Tanyalah kepada Ahli Hisab!”.
Lalu beliau rahimahullah berkata lagi: ‘Sebagian kaum berpendapat merujuk kepada ahli hisab. Mereka adalah Syiah Rafidhah, dan dinukilkan dari sebagian ahli fiqih bahwa mereka menyetujuinya, Al Baaji berkata: ‘Ijma’ Salafush Shalih sudah menjadi hujjah atas mereka’. Dan Ibnu Bazizah berkata: ‘Ini adalah madzhab yang batil, sebab syari’at telah melarang memperdalam ilmu perbintangan, karena ia hanyalah persangkaan dan hipotesa semata tidak ada kepastian dan tidak juga perkiraan yang rajih (zhann rajih). Ditambah lagi seandainya perkara puasa dihubungkan dengannya. Maka tentulah menyulitkan, karena yang mengetahuinya sedikit sekali.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: Tidak wajib berpuasa dengan penentuan hisab, seandainya ulama hisab menetapkan bahwa malam ini termasuk Ramadhan, namun mereka belum melihat hilal maka tidak berpuasa. Karena syari’at menggantung hukum berpuasa ini dengan perkara yang terindera yaitu rukyat hilal.
Jadi jelaslah hisab tidak dapat dijadikan sandaran dalam penentuan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Haji.
b.      Shalat Tarawih
Diantara ibadah yang dituntunkan oleh Nabi Muhammad SAW pada bulan Ramadhan yang penuh berkah ini adalah shalat tarawih. Kita dapat melihat dan merasakan, bahwa setiap kali Ramadhan tiba, semua kaum muslimin bersemangat untuk mendatangi masjid-masjid untuk menunaikan ibadah yang mulia ini.

Tarawih dalam bahasa Arab adalah bentuk jama' dari “tarwihatun” yang berarti waktu sesaat untuk istirahat. Shalat Tarawih dilaksanakan secara berjamaah pada malam-malam bulan Ramadhan. para jamaah bekumpul untuk shalat tarawih kemudian beristirahat setelah dua kali salam (yaitu setelah melaksanakan 2 rakaat ditutup dengan salam kemudian mengerjakan 2 rakaat lagi lalu ditutup dengan salam). Adapun shalat tarawih tidak disyariatkan untuk tidur terlebih dahulu dan shalat tarawih hanya khusus dikerjakan di bulan Ramadhan.


BAB IV
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat saya ambil yakni ibadah apa pun itu tergantung dari niat sesorang jika enkau beribadah dengan tulus dan iklas semata – mata karna Allah SWT maka ibadah apapun yang kamu lakukan baik yang telah di bahas dalam materi makalah ini atau pun pembahasa yang lain yang tidak sempat saya sampaikan, selama itu sesuai denga ajara baginda Rasulluah Saw dan di anjurkan atau di contoh kan maka kerjakan lah dan selalu memohon bimbingan dari yang  maha kuasa karena tampa bibingan nya kita kan menempuh jalan yang sulit maka kesimpulan nya ialah selalu “ Ber DOA dan Berserah Diri Kepada Sang Pencipta Semoga Apa yang Kamu Kerjakan Beramal Ibadah di Mata Nya
5.2. Usul dan Saran
Dalam hati yang paling dalam saya sungguh berterima kasih jika pembaca dapat memahami apa yang saya tulis dalam makalah saya kali ini. Semua kritik, Usul Maupun saran  saya dengan senang hati menerima usul atau kritik yang membangun maka dari itu saya ucapkan terima kasih, dan apa bilah dalam penulisan saya ada sepata kata yang kurang berkenan mohon di maaf kan karna saya hanya manusia yang lemah dan pasti memiliki kelemahan.jadi akhir kata dari saya
TERIMA KASIH
Assalamu alaikum warahma tullahi wabarakatu








Komentar

Postingan populer dari blog ini

READING COMPREHESION dan Pembahasan Nya

SOAL TOEFL STRUCTURE AND WRITTEN EXPRESSION BESERTA JAWABAN+PEMBAHASAN